Selasa, 01 Maret 2011

Nanda dan Si Tawa



Nanda, anak laki - laki kesayangan mama. Kulitnya sawo matang jawa, matanya sipit cina, rambutnya ikal papua. Dari kecil sampai umur 20an seperti sekarang, belum ada satupun yang pernah melihat Nanda sedih, kecewa atau bahkan terluka. Nanda selalu ceria, hangat dan bersahaja.

Si Tawa, selimut buluk kesayangan Nanda. Si Tawa terbuat dari bulu angsa dan dipelipir dengan kain satin warna hijau muda. Nanda selalu membawa si Tawa kemana - mana. Tak peduli saat di tempat bermain, tak peduli saat di tempat resmi. Tak peduli saat hari hujan, tak peduli saat matahari begitu menyengat, Tawa selalu menyelimuti tubuh Nanda. Tak ada yang tau kenapa dan tak ada yang berniat menanyakannya. Nanda memang begitu adanya.

Malam itu, sama seperti malam - malam sebelumnya, Nanda sendirian duduk di kursi taman. Memandang bintang, menikmati sepoi angin malam, tentu masih bersama si Tawa. Tak berapa lama Nanda melepaskan si Tawa yang selalu menyelimutinya, lalu melipatnya empat kali. Tiba - tiba saja Nanda mengerang, seperti menahan sakit tak terkira. Nanda menangisi mama, Nanda menangisi cinta, Nanda menangisi setiap bekas lukanya. Ya, ternyata tubuh Nanda penuh dengan bekas luka, bahkan ada beberapa luka baru juga.

Nanda di sana sampai subuh tiba, saat langit mulai kemerahan tersentuh matahari yang sudah tak sabar ingin terbit. Nanda segera menyudahi tangisnya. Dikenakannya lagi si Tawa, lalu bergegas pergi dari sana. Nanda menemui mama yang masih terlelap, dihapusnya air mata di pipi mama lalu dikecupnya. Mama terbangun dengan wajah penuh damai sejahtera, dipeluknya Nanda sambil berkata, “Nanda, anak laki – laki kesayangan mama, terimakasih karena sudah memilih untuk selalu bahagia.” Bisik Nanda pada si Tawa, “Terimakasih karena sudah menutupi semua luka.”


Boyolali - 2011

1 komentar:

  1. jadi inget lagunya Titik Puspa yg dinyanyiin lagi sama Peterpan:
    kadang dia tersenyum dalam tangis..
    kadang dia menangis di dalam senyuman..

    BalasHapus