Namanya Ibu, mereka memanggilnya begitu. Agak lucu, karena setahuku ia bukan seorang ibu. Keras kepalanya, keras hatinya, tapi luar biasa lembut dan anggun pembawaannya. Sudah berapa usianya aku sungguh tak tahu. Tak bisa kuprediksi dari raut wajahnya, tak bisa ku baca dari tiap topik pembicaraannya.
Suatu malam aku melihat Ibu berlari ke arah selatan. Di belakang nampak Masalah mengerjarnya sekuat tenaga. Masalah adalah nama gerombolan preman kelas teri di kampungku. Aku ingin melindungi Ibu, tapi waktu itu umurku baru tujuh. What can I do, gitu?
Tapi aku luar biasa, amat sangat, setengah mati penasaran pada nasib Ibu. Sambil berjalan berjungkit, kuikuti Masalah dan Ibu sampai mereka berhenti disuatu tempat yang sungguh tak kutahu, kok bisa ya aku sampai kesitu. Aku bersembunyi di balik pohon bambu, tempat paling pas untuk mengintip dan menguping apa yang akan diperbuat Masalah pada Ibu.
"Kali ini aku tak akan lari," kata Ibu. "Baguslah kalau begitu," jawab salah seorang Masalah. Lalu Masalah mulai menghujani tubuh Ibu dengan peluru. Satu peluru menembus betis Ibu, lalu dengkul, paha, perut ...
Sebelum berlanjut Ibu sempat melihatku. Katanya, "Lari Anakku! Belum tiba waktu kau hadapi Masalah." Tak lama setelah itu, Ibu jatuh tersungkur. Aku lari sekencang aku bisa. Sungguh beruntung, Masalah tak sempat melihatku.
Tapi kata - kata terakhir dari Ibu terngiang terus dikepalaku. "Ah, Ibu. Apa maksudmu bilang begitu?"
Magelang - 2010
kenapa jadi penasaran tentang siapa karakter yang dimaksud y...
BalasHapustapi peduli amat ah, yang penting aku suka "suspense" di puisimu coy! :)
mungkin terinspirasi seseorang, mungkin memang cuma menuliskan tokoh dalam khayalan ...
BalasHapushmm... ga tau pasti juga ndul =P